Tampilkan postingan dengan label ummi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ummi. Tampilkan semua postingan

18 Nov 2010

40 Hari

Hari ini tepat 40 hari semenjak umi dipanggil Illahi robbi. Ada sebuah rasa yang sulit aku ungkapkan. Sedih, jelas. Tapi ini lebih dari sekedar sedih. Sebuah rasa kehilangan yang teramat sangat kembali menyergap. Namun sebisa mungkin aku berusaha untuk tak menuruti perasaanku. Bukan, bukan aku ingin melupakan umi, justru aku merasa semakin dekat dengan umi. Sebuah kedekatan yang ‘aneh’, tak terlihat mata tapi dapat aku rasa.

Jika biasanya bertepatan dengan hari ke 40 meninggalnya seseorang, kemudian diadakan selamatan dengan membaca surat Yaasin dan tahlil, maka itu dilakukan di Kebumen ( baik di Meles maupun di Gombong ). Sedang di Tangerang, dengan berbagai pertimbangan tidak diadakan dengan mengundang tetangga dan kerabat. Hanya aku, abi, bulik Tari, lek Hu, Bude Okta, mas Fajar dan mas Okta yang berkumpul di kontrakan sempitku untuk membacakan Yaasin dan tahlil dilanjutkan doa khusus untuk almarhumah umi.

Semula, sempat muncul gagasan dari pakde Okta untuk mengundang tetangga karena saat awal umi meninggal, selama tujuh hari mereka datang untuk tahlilan bersama. Tapi usulan pakde kemudian dibatalkan karena dengan berbagai pertimbangan dan melihat kenyataan yang ada. Kemudian abi sempat mengusulkan untuk tahlilan keluarga sendiri dan mengundang satu orang ustadz untuk memimpin. Namun bude tidak setuju dengan usulan abi, pertimbangannya adalah justru nanti menarik perhatian tetangga. Dan yang disepakati adalah kami tahlilan dan membaca Yaasin bersama, hanya keluarga sendiri. Yang terpenting adalah doa dan ketulusan serta keikhalasan melakukannya. Dan, Alhamdulillah meski tidak besar abi tetap mengeluarkan sedekah atas nama umi. 

Ya Allah, semoga umi bahagia di sisi Mu. Ya Allah, kasihilah ummi, juga aku dan abi .

16 Okt 2010

101010 ( 10 Oktober 2010 )

101010 atau 10 Oktober 2010 adalah hari yang tak mungkin kulupakan sepanjang umur hidupku. Minggu, bada’ Ashar umi telah kembali kepangkuan Illahi robbi. Umi menghembusan nafas terakhirnya diantara kami; aku, abi, lek Hu dan juga bulik Tari.

Sabtu malam, bada’ maghrib aku, bulik Tari, lek Hu ditemani mas Fajar dan mas Azis baru berangkat menengok umi karena sebelumnya ada mas Rohmat yang main ke rumah. Abi sendiri sudah berangkat pagi tadi, menggantikan mbah putri yang semestinya akan pulang ke Kebumen sore tadi tapi ditunda karena mbah putri masih merasa kecapekan.

Tak banyak pembicaraan semenjak kami datang. Umi dan abi yang saat itu sudah cemas, menunggu kami di bangku depan rumah pak haji. Umi dan abi sengaja meledek kami dengan pura-pura acuh saat kami datang. Umi tak mau bergabung saat kami menikmati makan malam dengan pecel lele yang kami beli di jalan. Abi mencoba membujuk, tapi umi tetap tidak mau makan.

Malam itu, menjadi malam terakhir aku berkumpul dengan umi. Kami masih sempat tertawa bersama saat bulik cerita soal mbah putri yang salah masuk ke rumah tetangga. Juga saat abi cerita tentang mbah putri yang salah mengartikan permintaan abi waktu umi hendak mandi seka di rumah sakit PKU Muhamadiyah Gombong. Yang abi maksud, mbah putri menggunakan selimut untuk menutupi umi agar tak terlihat dari luar, tapi mbah putri malah menggunakan selimut untuk menyelimuti mbah putri sendiri. Meski kami semua tertawa, namun umi hanya tersenym saja. Sesak nafas yang dirasakan umi membuat umi tak bisa tertawa, juga tak banyak bicara.

Minggu pagi, kondisi umi terlihat memburuk lagi. Sore sebelumnya, pak haji memberitahu bahwa kondisi ginjal umi sebelah kiri sudah normal, namun yang sebelah kanan belum dan masih harus menjalani perawatan maksimal sembilan hari lagi. Abi dan umi setuju dengan saran pak haji. Namun, Minggu pagi kondisi umi terlihat semakin payah. Selain kakinya yang bengkak, sesak nafas umi juga semakin menjadi. Saat keluarga mba Kiki, om Basir dan mama Indah datang, umi lebih banyak berdiam diri dan memejamkan mata sambil duduk. Umi merasa sedikit nyaman dengan posisi seperti ini.

Waktu Ashar telah datang, kondisi umi semakin parah. Meski sudah ditangani pak haji, kondisi umi semakin mengkhawatirkan. Sesak nafas umi semakin menjadi. Saat abi menyelesaikan sholat Ashar di kamar, kondisi umi sudah berada pada sakaratul maut. Hanya tinggal beberapa tarikan nafas yang tersisa. Kami semua mengerubungi umi dalam kepanikan. Istighfar kami ucapkan, tapi umi sudah tak bisa lagi menjawab. Tak ada kata-kata, tak ada pesan. Umi koma.

Melihat kondisi umi sudah sedemikian parah, pak haji menyarankan agar umi segera dibawa ke rumah sakit terdekat. RSU Serang atau Cikupa, akhirnya kami memilih ke daerah Cikupa karena secara letak daerah Cikupa lebih mendekati ke rumah. Dalam kondisi koma, umi kami bawa dengan mobil pinjaman dari pak haji. Panik dan cemas mewarnai sepanjang perjalanan. Bahkan abi sempat muntah-muntah, barangkali karena panik atau juga laju mobil yang begitu kencang dan berkejaran dengan waktu.

Memasuki daerah Cikupa, kami menemukan sebuah rumah sakit. Tak begitu besar, Rumah Sakit Ibu dan Anak Selaras namanya. Menurut pemeriksaan bu dokter, sepertinya kami datang terlambat, umi sudah tidak tertolong lagi. Tapi untuk memastikan, bu dokter menyarankan untuk mengecek dengan menggunakan alat perekam jantung atau apalah, aku tak begitu paham namanya. Masih ada satu grafik muncul di layar alat tersebut, namun sang suster meminta abi untuk segera menuntun umi mengucapkan kalimat tahlil. 

Inna lilahi wa inna ilaihi rojiuun…

Minggu, 101010 sekitar pukul 17.00 wib, dokter menyatakan bahwa umi sudah meninggal. Ya Allah, betapa kami merasa kehilangan, tapi umi bukanlah milik kami, umi milikmu ya Allah, dan kami harus merelakan saat Engkau mengambilnya kembali dari sisi kami.

Selamat jalan umi
Walaupun tertetes air mata, aku ikhlas umi, kami ikhlas
Aku tak ingin langkahmu tersendat karena kami
Selamat jalan umi
Di syurga, nantikan kami..

5 Okt 2010

Umi Sembuh? Semoga!

Minggu, 3 Oktober 2010 adalah hari terindah sepanjang umi menderita gagal ginjal. Saat itu kami semua merasa bahwa kesembuhan umi sudah di depan mata. Saat aku, abi, bulik Tari dan lek Hu menginap di rumah haji Kamsidin, suasananya begitu bahagia. Kondisi umi sudah terlihat jauh lebih baik. Malam itu kami berkumpul dan bersendau gurau bersama. Pagi harinya, kami jalan-jalan bersama. Bahkan aku, bulik dan umi sempat bergaya di atas jembatan untuk diabadikan dengan kamera hp abi. 

Usai jalan-jalan, kami semua sarapan. Aku, abi dan umi sarapan bubur ayam, sementara bulik Tari, lek Hu dan mbah putri sarapan nasi uduk. Sebuah suasana yang sangat melegakan dan lama tak kami dapatkan.

Meski hujan tak juga reda, Minggu sore aku, abi, bulik dan juga lek Hu memaksa menerobos hujan karena esok hari abi, bulik dan lek Hu harus kerja, dan akupun harus mengikuti ujian tengah semester. Pelajaran untuk hari pertama aku pelajari di rumah haji Kamsidin sambil menunggu umi.

Ya Allah, semoga kondisi umi terus membaik. Semoga umi benar-benar sembuh dan bisa berkumpul bersama kami lagi. Dua belas hari, waktu yang diperkirakan pak haji tinggal seminggu lagi. Minggu depan umi boleh pulang, insya Allah. Sembuhkan umi ya Allah, kumohon sembuhkan.

1 Okt 2010

Umi Opname Di Rumah Pak Haji

Selasa, 28 September 2010 hampir tengah malam, rombongan umi tiba di rumah haji Kamsidin di daerah Tanara, Serang. Di sini umi diminta menjalani perawatan selama maksimal 12 hari. Mbah putri dan pakde Eris yang menunggu umi karena abi harus tetap masuk kerja.

Dua hari menjalani perawatan di sini, aku mendengar kondisi umi sudah membaik. Umi bisa menghabiskan sarapan bubur ayam satu mangkok, ke warung dan juga mandi sendiri. Alhamdulillah, lega rasanya. Meskipun aku sangat rindu, aku harus bersabar menunggu hari Sabtu, ikut abi menengok umi di sana.

Ya Allah, jagalah umi, sembuhkan umi, jaga dan sehatkan pula kami. Amin.

29 Sep 2010

Umi Kritis ( Lagi )

Sabtu pagi 25 September 2010, umi diantar mbah putri dan pakde Eris sampai di Tengerang dengan selamat. Alhamdulillah, meski saat datang aku dan abi keburu berangkat sekolah dan ke kantor rasanya hatiku lega dan bahagia sekali. Lengkap kembali keluarga ini, ada abi ada juga umi.

Sesuai rencana, keesokan paginya umi kembali mendatangi haji Jaha di daerah Paku Haji untuk melanjutkan terapi yang sempat tertunda karena mudik kemarin. Meski lemah, namun umi dan abi tetap semangat menjalani ikhtiar ini.

Manusia hanya bisa berikhtiar, Allahlah yang menentukan hasilnya. Selasa dini hari kondisi umi memburuk lagi. Jika sore harinya umi hanya merasakan kepanasan pada kakinya akibat direndam dengan ramuan rempah-rempah agar bengkaknya berkurang, maka lewat tengah malam umi mengalami muntah-muntah. Umi memuntahkan cairan encer berwarna hitam. Sejak kemarin umi memang hanya makan sedikit sekali, jadi tidak ada lagi yang bisa dimuntahkan, hanya cairan hitam saja yang keluar. Cairan apa yang dimuntahkan umi, kalau darah kok warnanya hitam? Mungkin itu penyakit yang sedang dikeluarkan, efek dari pengobatan yang dilakukan pak haji, begitu abi mencoba mengira-ngira untuk menenangkan kami.

Umi, abi, mbah putri dan pakde serta bude semakin cemas karena sejak pukul 02.00 dini hari hingga maghrib, umi memuntahkan cairan hitam sebanyak 12 kali. Tak ada makanan sedikitpun yang masuk. Abi mencoba menghubungi haji Jaha untuk berkonsultasi namun gagal karena pak haji sedang berada di Jawa dan asistennya tak berani memberikan nomer telpon yang bisa dihubungi.

Umi semakin panik, kondisinya sempat kritis pas berbarengan dengan maghrib. Bada’ maghrib umi kembali dibawa ke rumah sakit Dinda untuk berobat. Bahkan abi langsung memesan kamar untuk umi melalui telpon. Di rumah sakit Dinda umi langsung di observasi di ruang UGD. Sayang, dokter menyebutkan bahwa kondisi umi sudah semakin buruk, ditandai dengan muntahan hitam yang ternyata adalah darah yang sudah terkontaminasi racun. Tak ada pilihan lagi, mau tidak mau umi harus menjalani cuci darah di rumah sakit lain setelah kondisi umi memungkinkan. Pihak rumah sakit Dinda bersedia merawat sampai kondisi umi siap untuk melakukan cuci darah.

Umi, Abi dan seluruh keluarga sepakat untuk tidak mengikuti saran dokter, melakukan cuci darah. Malam tadi, dengan menggunakan mobil pakde Turiman, umi dilarikan ke daerah Tanara, Serang untuk berobat alternative di sana. 

Ya Allah, apapun yang terjadi pada umi, kumohon sembuhkan umi ya Allah, berilah umi kesabaran, ketabahan dan kekuatan untuk bisa melewati masa kritis.

22 Sep 2010

Ke Tangerang Tanpa Umi

Seminggu menjalani perawatan di rumah sakit PKU Muhammadiyah Gombong ( 16 – 22 September 2010), akhirnya umi diperbolehkan pulang. Hanya saja, saat umi pulang aku dan abi sudah ada di Tangerang. Aku dan abi pulang Senin sore, dua hari sebelum umi diperbolehkan pulang. Aku langsung sekolah, dan abipun langsung bekerja.

Empat kantong darah kembali ditranasfusikan ke tubuh umi, sama seperti akhir bulan Juli lalu saat dirawat di RSIA Dinda Tangerang. Hanya saja kondisi umi kali ini jauh lebih buruk dibanding saat dirawat di Dinda. Dokter dan juga perawat di PKU ini menganjurkan umi untuk cuci darah atau mereka biasa menyebut dengan istilah HD. Tapi baik umi, abi maupun seluruh keluarga tidak setuju dengan saran dokter. Setelah diperbolehkan pulang, umi hanya akan beristirahat beberapa hari dan kembali ke Tangerang untuk kembali melanjutkan pengobatan alternative di tempah haji Jaha.


Ya Allah, berilah kekuatan pada umi, berilah kesembuhan pada umi.

16 Sep 2010

Umi Dirawat Lagi

Jatah libur lebaranku tinggal dua hari lagi. Besok sore semestinya kami harus kembali ke Tangerang, sesuai tiket yang kami dapatkan. Tapi semua harus dibatalkan karena umi kembali menjalani perawatan di rumah sakit. Ya, sejak tadi malam kondisi umi terus memburuk. Bahkan, yang paling mencemaskan kepala dan tangan kiri umi selalu bergerak. Gerakan tangan dan kepala umi seperti orang kedinginan atau seperti mbah-mbah yang sudah lanjut usia. Kata dokter umi kekurangan darah dan oksigen. Umi harus ditransfusi darah dan menjalani perawatan di rumah sakit seperti kejadian akhir Juli lalu.

Ya Allah, cobaan apa lagi yang Engkau berikan pada umi. Mengapa sampai saat ini umi belum sembuh, padahal umi telah mencoba berobat baik ke dokter, rumah sakit juga ke tempat pengobatan alternative. Ya Allah, berikan kekuatan pada umi agar segera sembuh. Berikan kesabaran dan ketabahan, juga pada Abi. Ya Allah, sembuhkan umi, sembuhkan umi, sembuhkan umi ya Allah.

Gambar dipinjam dari sini

31 Agu 2010

Umi Kenapa Lagi?

Ada yang aneh pagi tadi. Semestinya jam 06.30 abi sudah siap dengan seragam kerjanya. Tapi, saat itu abi masih mengenakan pakaian rumah, bahkan abi terlihat sedih. Ya, abi terlihat sedih. Juga umi yang tak secerah kemarin. Abi, umi kenapa?

Astaghfirulloh! Rupanya sejak tengah malam kesehatan umi menurun lagi. Umi batuk-batuk, bahkan ada warna merah dalam dahaknya. Darah! Itulah sebabnya mengapa abi kembali meminta izin untuk tidak masuk kerja. Abi dan umi akan mendatangi haji Jaha untuk berkonsultasi mengenai kondisi umi. Ini sangat menghawatirkan karena rencana kami untuk mudik dua hari lagi. Jika kondisi umi tidak memungkinkan, rencana mudik akan dibatalkan. Tapi jika pak haji Jaha mengizinkan, rencana mudik akan kami lanjutkan. 

Ya Allah, apapun yang terjadi pada umi, aku mohon sembuhkanlah umi ya Allah. Ringankanlah sakitnya, berikan kesembuhan padanya. Ya Allah, sembuhkan umi, sembuhkan umi, sembuhkan umi…..

Gambar dipinjam dari sini

20 Okt 2009

Dari Ulang Tahun Hingga Berobat Ke Klinik




Hari minggu kemarin aku benar-benar disibukkan dengan acara keluarga. Jam 4 sore aku ada undangan ulang tahunnya si Dewi, tetangga depan rumahku. Suasana pesta ulang tahunnya sendiri berjalan cukup meriah. Ada penampilan mbak Sukma yang juga berduet dengan mbak Anis.

Usai acara ulang tahun di rumah Dewi, abi dan ummi sudah menungguku. Jam 17.20 kami segera meluncur ke perumahan Griya Curug. Rumah yang kami tuju adalah rumah Om Gatot yang semenjak lebaran kemarin belum sempat kami datangi. Bukan cuman aku, abi dan juga ummi, tapi mas Azis dan Lek Hu juga ikut. Tiba di sana berbarengan dengan azan Maghrib. Abi, Mas Azis dan lek Hu sholat di musholla, sedang aku dan ummi di rumah om Gatot. Usai sholat, kami ngobrol santai di saung yang berada di belakang rumah. Sesekali si Abim ( anak om Gatot ) meledekku dan mengajakku bermain. Usai makan malam dengan ayam bakar kami kemudian berpamitan sekitar jam 20.00 wib. ( Om Gatot adalah pemilik warung makan yang menjual soto khas Gombong dan ayam bakar di depan gerbang masuk komplek. Karena kami datang hari Minggu, maka warung tutup/libur, sehingga kami tak sempat mencicipi soto Gombong yang menjadi menu andalan di warung makan yang baru dibuka 27 September kemarin ini ).

Semula kami berencana akan mampir di pasar malam, namun dibatalkan karena secara mendadak abi mengajak kami untuk mampir di tempat Lek Wahyu. Tak apalah, lagian hari sudah cukup malam, belum nanti harus mampir di klinik karena ummi sudah beberapa hari ini merasa tidak enak badan. Di tempat lek Wahyu kami hanya mampir sekitar setengah jam, ngobrol sebentar kemudian berpamitan. Mas Azis dan Lek Hu langsung pulang, sementara kami bertiga mampir dulu di klinik yang kebetulan letaknya searah dengan jalan pulang.

Sampai di klinik pasien sepi, bahkan ummi adalah pasien satu-satunya. Dokter yang jaga saat itu adalah dokter laki-laki yang belakangan kuketahui kalau orangnya cukup ramah, tidak seperti yang aku sangka sebelumnya. Ada kabar kurang mengenakan, menurut hasil pemeriksaan dokter, tekanan darah ummi mencapai 200/110. Bukan hanya ummi yang kaget, tapi sang dokterpun tidak percaya hingga harus memanggil suster untuk mencoba mengecek lagi, namun hasilnya sama.

Yang dokter heran, meski tekanan darah ummi jauh di atas normal untuk usianya, namun ummi sama sekali tidak merasakan keluhan layaknya orang-orang yang mengidap penyakit ini. Ummi hanya merasa kurang segar, susah tidur dan belakangan yang dikeluhkan justru seputar sakit maaghnya yang dua malam sebelumnya sempat kambuh saat tengah malam. Dokter kemudian memberi ummi obat penurun darah tinggi, dan mengingatkan jika obat habis ummi harus kontrol lagi, bahkan harus sering-sering kontrol. Dokter khawatir bahwa tekanan darah ummi disebabkan faktor lain. Sepanjang pengetahuan dokter, untuk seusia ummi, tekanan 200 sudah sangat tinggi dan bisa berbahaya jika tidak ditangani secara serius dan hati-hati. Pesan terakhir dokter, begitu obat habis ummi harus segera kontrol, jika hasilnya masih tinggi umi disarankan untuk cek darah. Dokter khawatir ada pengaruh ginjal di tekanan darah ummi yang jauh di atas normal.

Ummi terlihat kaget, namun sesaat kemudian bisa menguasai perasaan. Aku tak kalah kaget, aku sedih. Beruntung abi bisa menguatkan hati ummi, hingga ummi bisa menerima cobaan ini dengan penuh keikhlasan.


Ya Allah, apapun sakit yang kini tengah engkau berikan pada ummi, kumohon kuatkanlah ummi menghadapinya. Berikanlah ummi kesembuhan, pulihkan ummi seperti sedia kala. Ya Allah, aku mohon temukan ummi dengan obat untuk penyakitnya. Amin ya Allah ya robbal alamin…….

Ummi…..sabar ya, Bila akan selalu berdoa untuk ummi. Bila juga janji akan membantu meringankan kerja ummi di rumah sebisa Bila agar ummi bisa lebih banyak bersitirahat