Sejak minggu pertama masuk sekolah, bu guru sudah memberitahu bahwa selain diputar, tempat duduk kami juga akan dicampur antara murid laki-laki dan perempuan.
Kalau sistim rotasi, di sekolahku memang sudah lama dilakukan sehingga saat hari pertama masuk sekolah kami tak perlu datang pagi-pagi buta hanya untuk berebut tempat duduk. Di manapun kami mendapat tempat duduk di hari pertama, tak masalah. Setiap minggu tempat duduk kami bergeser sehingga yang awalnya duduk di belakang satu saat bisa meraskan duduk di tengah dan depan. Begitupun sebaliknya. Tapi kalau duduk dengan teman laki-laki, itu baru akan aku alami. Bu guru memandang perlu melakukan ini untuk mengantisipasi siswa yang sering bercanda atau mengobrol sendiri saat guru sedang menerangkan. Dengan teman sebangku yang berjenis kelamin beda diharapkan murid segan untuk bercanda dan akhirnya lebih serius untuk belajar.
Dan, apa yang dikatakan bu guru benar-benar terbukti. Hari kemarin bu guru membagi tempat duduk kami. Tahukah aku mendapat teman sebangku siapa? Azis. Dialah teman sebangku baruku, menggantikan Galuh. Galuh sendiri akhirnya duduk sebangku dengan Bobby. Jelas, rasanya tak nyaman duduk dengan teman laki-laki.
Sebenarnya kalau boleh protes aku ingin tetap duduk sebangku dengan Galuh. Meski sama-sama perempuan, kami bisa membuktikan kalau kami bisa serius belajar. Kami tidak pernah bercanda kalau guru sedang menerangkan. Bahkan kami bisa membuktikan bahwa kami sama-sama bisa mendapat ranking tanpa saling mencontek.
Tapi ya sudahlah, ini keputusan bu Guru. Bukan karena Azis, Dimas, Bobby atau siapapun yang membuatku merasa tak nyaman. Tapi karena mereka laki-laki, itulah yang membuatku menjadi risih.
Duduk dengan laki-laki, benarkah ini salah satu cara untuk mendapatkan suasana belajar yang lebih serius? Entahlah, yang jelas aku tidak merasa nyaman dan aku melakukannya dengan terpaksa.
Gambar dipinjam dari sini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar