Kami sudah memasuki perbatasan kampung, namun keadaan kampung di depan kami sama seperti di kampungku. Sepi, dan belum ada tanda-tanda bahwa esok hari akan lebaran.
Bada Maghrib, aku, ummi dan abi memang sengaja keluar rumah untuk melihat kemeriahan takbir lebaran di kampung. Namun, hingga melewati batas kampung, keadaan masih sepi-sepi saja. Beberapa obor memang sudah dipasang di sepanjang jalan yang melintas di tengah-tengah persawahan, namun kumandang takbir sebagai tanda ramadhan sudah berakhir dan esok hari sudah lebaran belum juga terdengar. Di bebepara mushola yang kami lalui, ada yang sudah mengumandangkan takbir, tapi itupun terkesan ragu dan tanpa pengeras suara. Bahkan di beberapa mesjid dan mushola lainnya, sama sekali belum mengumandangkan takbir.
Kami tetap melanjutkan perjalanan menggunakan sepeda motor malam itu meskipun suasananya tetap sama. Sepi dan belum ada yang mengumandangkan takbir dengan pengeras suara. Hal ini disebabkan karena masyarakat masih ragu dengan keputusan pemerintah yang menyebutkan bahwa idul fitri jatuh pada hari Minggu, sehari lebih awal dari apa yang tertera di kalender. Masyarakat masih menunggu pengumuman resmi dari pemerintah melalui siaran televisi. Sebelum ada pengumuman resmi dari pemerintah yang disampaikan oleh menteri agama, masyarakat tetap memilih menahan diri untuk tidak mengumandangkan takbir meskipun sudah tidak melaksanakan sholat tarawih lagi.
Belasan kilo kami berputar, hampir satu jam kami berkeliling, namun hampir seluruh kampung yang kami lewati, keadaanya masih sama. Sepi, tanpa ada suara takbir dari mesjid dan musholla. Baru sekitar pukul delapan malam, ketika kami hampir memasuki kampung kami kembali, suara takbir mulai berkumandang. Tak lama kemudian, hampir seluruh masjid dan mushola mengumandangkan takbir dengan pengeras suara. Suasana malam haripun menjadi meriah. Rupanya pemerintah sudah mengumumkan bahwa idul fitri benar jatuh di hari Minggu, esok pagi. Alhamdulillah, akhirnya lebaran jadi juga!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar